Laman

Kamis, 20 Agustus 2015

Konsep Teologi Pembebasan

Secara umum, dapat dikatakan bahwa teologi adalah upaya untuk merumuskan penghayatan iman pada konteks ruang dan waktu tertentu. Dapat juga dikatakan, bahwa teologi adalah pengkajian, penghayatan (internalisasi), dan perwujudan (aktualisasi) nilai-nilai ketuhanan (iman) dalam memecahkan masalah-masalah kemanusiaan. Sementara, "pembebasan" merupakan refleksi kritis tentang Tuhan, baik dalam iman, tindakan, dan realitas kesejarahan.

Berkaitan dengan konsep di atas, terdapat beberapa pendapat tentang pemaknaan teologi pembebasan. Menurut Asghar Ali Engineer, teologi pembebasan mengandung unsur pokok sebagai berikut, yaitu pertama, teologi pembebasan dimulai dengan melihat kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Kedua, teologi ini tidak menginginkan status quo yang melindungi golongan kaya yang berhadapan dengan golongan miskin. Dengan kata lain teologi pembebasan itu anti kemapanan (establishment), apakah itu kemapanan religius atau kemapanan politik yang menindas. Ketiga, teologi pembebasan memainkan peranan dalam membela kelompok yang tertindas dan tercabut hak miliknya dan memperjuangkan kelompok ini dan membekalinya dengan senjata ideologis yang kuat melawan golongan yang menindasnya. Keempat, teologi pembebasan tidak hanya mengakui satu konsep metafisika tentang takdir dalam rentang sejarah umat Islam tetapi juga mengakui konsep bahwa manusia itu bebas menentukan nasibnya sendiri.
Teologi pembebasan menurut Farid Essack, adalah sesuatu yang bekerja kearah pembebasan agama dari struktur serta ide sosial, politik, ekonomi dan religius yang didasarkan pada ketundukan yang dogmatis dan pembebasan seluruh masyarakat dari semua bentuk ketidak adilan dan exploitasi ras, gender, kelas dan agama. Sementara menurut Gustavo Gutierez (1973), teologi pembebasan merupakan suatu refleksi yang lahir dari ungkapan dan pengalaman serta usaha bersama untuk menghapus suatu ketidakadilan dan untuk membangun suatu mesyarakat yang berbeda yang lebih bebas dan manusiawi, dengan demikian teologi pembebasan merupakan kombinasi antara analisis dan teori sosial kritik dengan teologi atau merupakan analisis kritis situasi kesejarahan sosial kaum tertindas, dan sebagai komitmen transformasi politik para penganut agama (konteks agama di sini adalah agama kristen, yang dihegemoni oleh pihak gereja yang membela penguasa) dan bukan sekedar pangalaman rohani yang ritus dan dogmatis tanpa merasakan kepekaan sosial.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa teologi pembebasan pada dasarnya bukanlah suatu teori perubahan sosial atau pembangunan, karena teologi adalah disiplin ilmu yang membahas hakikat dan hubungan antara Tuhan dengan Manusia dan makhluk lainnya. Kemudian sebagai hubungan yang transenden, maka hubungan itu sangat sakral dan sangat berkait dengan fondasi keyakinan. Berkaitan dengan hal tersebut, teologi pembebasan mencoba melakukan transformasi antara pendekatan kosmologis dengan pendekatan empiris, dalam arti, aspek Ketuhanan dalam beragama tidak hanya berhenti pada praktik beragama yang individualis, tetapi mempunyai konsekuensi logis untuk melakukan perubahan sosial terhadap ketidakadilan.
Teologi pembebasan mencoba mencapai tujuannya lewat suatu proses yang bebas dan partisipatif. Kerangka yang dibangun adalah pembacaan terhadap realitas sosial. Membaca di sini tidak hanya berhenti pada dataran teks (qauliyah) tetapi juga melakukan pembacaan yang sifatnya kontextual (kauniyah). Di samping itu, teologi pembebasan memberikan prioritas yang mutlak pada dimensi praksis di atas teori. Di sini, praksis pembebasan menjadi penting karena inti dari transformasi sosial itu adalah adanya kerja rill untuk melakukan pembebasan dari ketidakadilan ekonomi, politik, gender, rasialis dan bentuk-bentuk penindasan lainnya.
Point penting lain adalah teologi pembebasan mengambil dua dimensi sektor yang berhadapan atau berlawanan. Lebih jauh, dua sudut yang berlawanan dalam teologi pembebasan itu sebagaimana disebutkan Hasan Hanafi adalah sisi yang dianiaya melawan penganiaya, yang miskin melawan yang kaya, yang didiskriminasi melawan yang mendeskriminasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, teologi pembebasan merupakan aspirasi kaum tertindas dan kelas sosial dengan menekankan konfliktual aspek ekonomi, sosial, agama, dan proses politik yang menjadikan mereka kecewa terhadap negara atau kelas yang menindas. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar