Secara umum, dapat dikatakan bahwa
teologi adalah upaya untuk merumuskan penghayatan iman pada konteks ruang dan
waktu tertentu. Dapat juga dikatakan, bahwa teologi adalah pengkajian, penghayatan
(internalisasi), dan perwujudan (aktualisasi) nilai-nilai ketuhanan (iman)
dalam memecahkan masalah-masalah kemanusiaan. Sementara, "pembebasan"
merupakan refleksi kritis tentang Tuhan, baik dalam iman, tindakan, dan
realitas kesejarahan.
Berkaitan dengan konsep di atas,
terdapat beberapa pendapat tentang pemaknaan teologi pembebasan. Menurut Asghar
Ali Engineer, teologi pembebasan mengandung unsur pokok sebagai berikut, yaitu pertama,
teologi pembebasan dimulai dengan melihat kehidupan manusia di dunia dan
akhirat. Kedua, teologi ini tidak menginginkan status quo yang
melindungi golongan kaya yang berhadapan dengan golongan miskin. Dengan kata
lain teologi pembebasan itu anti kemapanan (establishment), apakah itu
kemapanan religius atau kemapanan politik yang menindas. Ketiga, teologi
pembebasan memainkan peranan dalam membela kelompok yang tertindas dan tercabut
hak miliknya dan memperjuangkan kelompok ini dan membekalinya dengan senjata
ideologis yang kuat melawan golongan yang menindasnya. Keempat, teologi
pembebasan tidak hanya mengakui satu konsep metafisika tentang takdir dalam
rentang sejarah umat Islam tetapi juga mengakui konsep bahwa manusia itu bebas
menentukan nasibnya sendiri.
Teologi pembebasan menurut Farid
Essack, adalah sesuatu yang bekerja kearah pembebasan agama dari struktur serta
ide sosial, politik, ekonomi dan religius yang didasarkan pada ketundukan yang
dogmatis dan pembebasan seluruh masyarakat dari semua bentuk ketidak adilan dan
exploitasi ras, gender, kelas dan agama. Sementara menurut Gustavo Gutierez
(1973), teologi pembebasan merupakan suatu refleksi yang lahir dari ungkapan
dan pengalaman serta usaha bersama untuk menghapus suatu ketidakadilan dan
untuk membangun suatu mesyarakat yang berbeda yang lebih bebas dan manusiawi,
dengan demikian teologi pembebasan merupakan kombinasi antara analisis dan
teori sosial kritik dengan teologi atau merupakan analisis kritis situasi
kesejarahan sosial kaum tertindas, dan sebagai komitmen transformasi politik
para penganut agama (konteks agama di sini adalah agama kristen, yang
dihegemoni oleh pihak gereja yang membela penguasa) dan bukan sekedar
pangalaman rohani yang ritus dan dogmatis tanpa merasakan kepekaan sosial.
Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan, bahwa teologi pembebasan pada dasarnya bukanlah suatu teori
perubahan sosial atau pembangunan, karena teologi adalah disiplin ilmu yang
membahas hakikat dan hubungan antara Tuhan dengan Manusia dan makhluk lainnya.
Kemudian sebagai hubungan yang transenden, maka hubungan itu sangat sakral dan
sangat berkait dengan fondasi keyakinan. Berkaitan dengan hal tersebut, teologi
pembebasan mencoba melakukan transformasi antara pendekatan kosmologis dengan
pendekatan empiris, dalam arti, aspek Ketuhanan dalam beragama tidak hanya
berhenti pada praktik beragama yang individualis, tetapi mempunyai konsekuensi
logis untuk melakukan perubahan sosial terhadap ketidakadilan.
Teologi pembebasan mencoba mencapai
tujuannya lewat suatu proses yang bebas dan partisipatif. Kerangka yang dibangun
adalah pembacaan terhadap realitas sosial. Membaca di sini tidak hanya berhenti
pada dataran teks (qauliyah) tetapi juga melakukan pembacaan yang
sifatnya kontextual (kauniyah). Di samping itu, teologi pembebasan
memberikan prioritas yang mutlak pada dimensi praksis di atas teori. Di sini,
praksis pembebasan menjadi penting karena inti dari transformasi sosial itu
adalah adanya kerja rill untuk melakukan pembebasan dari ketidakadilan ekonomi,
politik, gender, rasialis dan bentuk-bentuk penindasan lainnya.
Point
penting lain adalah teologi pembebasan mengambil dua dimensi sektor yang
berhadapan atau berlawanan. Lebih jauh, dua sudut yang berlawanan dalam teologi
pembebasan itu sebagaimana disebutkan Hasan Hanafi adalah sisi yang dianiaya
melawan penganiaya, yang miskin melawan yang kaya, yang didiskriminasi melawan
yang mendeskriminasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, teologi pembebasan
merupakan aspirasi kaum tertindas dan kelas sosial dengan menekankan
konfliktual aspek ekonomi, sosial, agama, dan proses politik yang menjadikan
mereka kecewa terhadap negara atau kelas yang menindas. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar