Good governance merupakan istilah populer dalam
agenda reformasi birokrasi. Sebagai kerangka konseptual, istilah ini memiliki
cakupan pemahaman yang luas, sekaligus variatif sesuai dengan konteksnya.
Meskipun demikian, pada umumnya good governance diartikan sebagai tata
kelola atau pengelolaan pemerintahan yang baik.
Berangkat dari pengertian tersebut,
dapat dikatakan bahwa good governance merupakan idealitas yang
diharapkan oleh masyarakat tentang keberadaan sebuah pemerintahan. Dengan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik, tentunya akan didapatkan sebuah langkah yang tepat
untuk mengarahkan bangsa dan negara pada tujuan nasionalnya.
Sebagaimana dijelaskan dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), tujuan nasional Indonesia, terutama
dalam konteks pembangunan nasional, adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat
adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Sementara hakikat pembangunan nasional adalah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya. Karena itu, penyelenggaraan pemerintahan sebagai “gerak”
pembangunan nasional harus dimaknai sebagai implementasi keseluruhan
nilai-nilai pancasila dalam konstruksinya yang serasi dan utuh.
Keterkaitan antara tujuan
pembangunan nasional dengan good governance yang diyakini sebagai sebuah
konsepsi ideal dalam penyelenggaraan pemerintahan, mensyaratkan sebuah hubungan
yang harmonis dan konstruktif antara masyarakat dengan agen-agen
pemerintahan—yang nota-bene adalah anggota masyarakat pula—. Hal ini menjadi
penting, terutama mengingat masyarakat merupakan sasaran sekaligus subjek dari good
governance tersebut. Karena itu, penyelenggaraan pemerintahan secara
keseluruhan harus berbasis pada masyarakat, dalam arti pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya.
Seiring dengan proses reformasi
birokrasi, pemerintah telah menyusun kebijakan-kebijakan dan langkah-langkah
strategis yang diarahkan pada peningkatan kualitas penyelenggaraan
pemerintahan. Meskipun sudah menunjukkan hasil positif dan harus mendapatkan
apresiasi, tampaknya hal tersebut belum cukup ideal serta masih membutuhkan
berbagai upaya perbaikan dan penyempurnaan secara keseluruhan, baik pada tataran
sistem kebijakan, praktik penyelenggaran, maupun sumberdaya manusia, dan
sebagainya.
Berkaitan dengan hal tersebut,
beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai kendala dalam membangun
good governance sebagai berikut, yaitu pertama, praktik governance
mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat, sehingga terdapat banyak aspek
yang harus diakomodasi dan diintervensi untuk meningkatkan kualitas
penyelenggaraan pemerintahan. Kedua, kurangnya ketersediaan informasi
mengenai aspek-aspek strategis yang menjadi prioritas untuk dijadikan sebagai entry
point dalam upaya peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan. Ketiga,
kondisi daerah-daerah di wilayah Indonesia yang relatif bervariasi, sehingga
menjadikan tiap-tiap daerah memiliki kompleksitas permasalahan penyelenggaraan
pemerintahan yang berbeda. Keempat, perbedaan tingkat kepedulian dan
komitmen dari berbagai stakeholders mengenai reformasi birokrasi dan
peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, yang pada umumnya masih
rendah.
Permasalahan dan kendala di atas
menyebabkan kurang optimalnya penerapan kebijakan dan strategi nasional sebagai
upaya sistematis dalam memperbaiki kinerja penyelenggaraan pemerintahan secara
keseluruhan. Dalam banyak hal, baik di pusat maupun di daerah, berbagai upaya
yang dilakukan masih lebih cenderung bersifat sporadis dan tidak terintegrasi
secara baik sehingga hasilnya belum banyak dirasakan oleh masyarakat. Di
samping itu, berbagai program yang hanya bersifat “tambal sulam” dan terfokus
pada satu atau dua aspek saja seringkali tidak efektif. Hal ini disebabkan
perbaikan yang segmentatif dan tidak menyentuh seluruh aspek penyelenggaraan
pemerintahan akan terkooptasi oleh praktik buruk yang terjadi pada aspek
lainnya. Pada gilirannya, proses tersebut melahirkan dikotomi antara praktik
yang baik (good) dan praktik yang buruk (bad) dalam
penyelenggaraan pemerintahan (governance). Bahkan, praktik-praktik
tersebut dimungkinkan dapat terjadi dalam satu lembaga pemerintahan yang sama
dan pada saat yang bersamaan pula.
Fenomena di atas mengindikasikan
perlunya suatu sistem kebijakan yang terintegrasi secara menyeluruh sebagai
kesatuan dalam upaya pengembangan good governance, termasuk sumberdaya
agen-agen pemerintahan, praktik-praktik penyelenggaraan, serta pelibatan
seluruh komponen masyarakat secara luas dalam proses perumusan dan pelaksanaan
kebijakan pemerintah. Di samping itu, mengingat permasalahan yang kompleks dan
kendala yang besar, maka diperlukan suatu langkah strategis untuk memulai
praktik governance. Pada kajian ini, proses penyelenggaraan dalam
pelayanan publik diajukan sebagai point pertama dalam membangun good
governance. Hal ini didasari oleh realitas bahwa pelayanan publik merupakan
indikasi penting dari kualitas penyelenggaraan pemerintahan, dimana dalam
tataran praksis berkaitan langsung dengan masyarakat secara luas. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar