Oleh
A. Syauqi Sumbawi
Kerusakan lingkungan hidup merupakan masalah krusial
secara global yang dihadapi oleh umat manusia kontemporer. Permasalahan ini
tidak hanya ditandai dengan berbagai fenomena alam, seperti tanah longsor,
banjir, global warming, climate change, krisis air
bersih, dan sebagainya, tetapi juga menunjuk pada penurunan kualitas sumber
dayanya.
Rusaknya lingkungan hidup, tidak dimungkiri, telah
menjadi perhatian umat manusia pada beberapa dekade terakhir. Beberapa Earth
Summits tentang lingkungan hidup, pembangunan berdaya lanjut,
perubahan iklim, dan sebagainya yang digelar sejak tahun 1970-an, serta
berusaha membangkitkan keprihatinan mondial dan menjadikannya sebagai isu
global, tampaknya cukup berhasil dengan berbagai kampanye dan kegiatan
konservasi lingkungan hidup.
Kendati demikian, usaha-usaha tersebut belum memadai,
bahkan menjadi dilema sendiri, karena harus bersaing dengan tuntutan
perkembangan kehidupan manusia. Selain itu, perkembangan kajian ekologi yang
secara faktual didasarkan pada konstruksi ilmu pengetahuan modern yang
sekularistik dan antroposentris, menjadikannya kering dengan nilai-nilai
spiritualitas serta menjauhkan manusia dari hakikatnya sendiri.
Secara teologis, lingkungan hidup merupakan ciptaan
Tuhan. Meskipun manusia diberi kebebasan dalam pemanfaatan sumber dayanya untuk
kesejahteraan, namun hal itu tidak bisa dilepaskan dari konsekuensi yang
terkandung, yaitu tanggung jawab dalam konservasinya. Karena itu, demi menjaga
kelangsungan hidup dan eksistensi manusia secara utuh, keberadaan nilai-nilai
spiritualitas menjadi urgen dalam permasalahan lingkungan hidup secara
keseluruhan.
Fungsi dan peran agama dalam konteks konservasi
lingkungan hidup, paling tidak, mengarah pada tiga tipologi, yaitu pertama,
sebagai dasar; kedua, sebagai tujuan; dan ketiga, sebagai motivator, di mana
kesemuanya sangat penting dalam peningkatan kualitas religiositas pemeluknya.
Nilai-nilai
Agama sebagai Dasar
Keberadaan agama sebagai dasar konservasi lingkungan
hidup mengandung konsekuensi bahwa seluruh aktivitas ekologis manusia merupakan
perintah Tuhan. Keyakinan bahwa Tuhan sebagai pencipta dan pemilik lingkungan
hidup menegaskan kewajiban manusia untuk menyesuaikan aktivitas-aktivitas
tersebut dengan kehendak-Nya.
Di samping itu, nilai-nilai agama menempatkan manusia
pada posisi vital, di mana dengan seluruh potensi kemanusiaannya, baik fisik,
rasional, maupun spiritual, manusia merupakan makhluk yang paling potensial
dalam pengelolaan dan konservasi lingkungan hidup.
Memahami uraian di atas, maka pengelolaan lingkungan
hidup tidak boleh mengurangi, atau bahkan, menghilangkan hakikat kemanusiaan
sebagaimana yang dimaksudkan di atas. Pengelolaan lingkungan hidup harus pula
menyentuh dimensi kehidupan manusia, baik material maupun spiritual, serta
diarahkan sebagai ibadah dan penghambaan kepada Tuhan. Karena itu, berbagai
kampanye dan upaya konservasi lingkungan harus didasarkan, digerakkan, dan
diarahkan oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan.
Nilai-nilai agama juga memberikan pedoman bahwa
pengelolaan dan konservasi lingkungan hidup harus bermanfaat bagi kemanusiaan
secara luas, serta diarahkan pada peningkatan harkat dan martabat, serta
kualitas religiositas manusia.
Berdasarkan uraian di atas, maka keterkaitan antara
nilai-nilai agama dengan konservasi lingkungan hidup menunjuk pada formulasi,
yaitu keberadaan nilai-nilai agama sebagai dasar, sedangkan konservasi
lingkungan hidup merupakan implementasinya.
Nilai-nilai
Agama sebagai Tujuan
Konservasi lingkungan hidup perspektif agama tentunya
berbeda dengan konsep yang dibangun berdasarkan moralitas. Pada aspek tujuan,
konservasi lingkungan hidup dalam sifatnya yang sekularistik menjadikan manusia
sebagai satu-satunya arah dan tujuan dari seluruh aktivitas tersebut.
Secara umum, kajian ekologi modern yang didasarkan pada
nilai-nilai sekuler dapat melahirkan prinsip bertanggung jawab bagi manusia
dalam pengelolaan lingkungan hidup. Akan tetapi, nilai-nilai moralitas sekuler
tersebut tampaknya tidak cukup memadai.
Realitas menunjukkan bahwa dalih peningkatan
kesejahteraan kehidupan manusia lebih kuat daripada komitmen terhadap
konservasi lingkungan hidup. Akibatnya, masyarakat modern kerap kali
mengabaikannya demi memenuhi berbagai kebutuhannya yang kian bertambah.
Menilik fenomena di atas, maka keberadaan nilai-nilai
spiritual menjadi kebutuhan mendesak dewasa ini. Urgensitas nilai-nilai
tersebut tidak hanya memosisikan manusia secara utuh, tetapi juga menegaskan
bahwa konservasi lingkungan hidup merupakan sarana, sekaligus bertujuan untuk
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan.
Nilai-nilai
Agama sebagai Motivator
Perpaduan antara sebagai dasar, sekaligus tujuan yang
terdapat pada nilai-nilai agama, menyiratkan sebuah keberlangsungan, yakni
sebuah proses yang mengantarkan nilai-nilai agama dari posisinya sebagai dasar,
menuju posisinya sebagai tujuan. Karena prosesnya terjadi di “dalam”
nilai-nilai agama, maka proses tersebut tidak lain adalah “proses” keberagamaan
atau religiositas.
Maksudnya, nilai-nilai agama itu sendiri yang melahirkan
proses tersebut. Pada tataran ini, dapat dikatakan bahwa nilai-nilai agama
tidak hanya merupakan dasar dan tujuan, tetapi juga sebagai motivator dalam
konservasi lingkungan hidup.
Pada posisinya sebagai dasar, motivator, dan tujuan,
nilai-nilai agama tidak dipisahkan dari subjeknya secara keseluruhan, yaitu
manusia pemeluknya, yang mengimplementasikan nilai-nilai agama dalam kehidupan
sehari-hari.
Karena itu, konservasi lingkungan hidup sebagai
implementasi nilai-nilai agama merupakan kewajiban seluruh umat beragama yang
bersifat sakral, serta menjadi idealitas dari keberagamaan manusia.
Urgensi motivasi keagamaan menjadi masalah serius terkait
kondisi lingkungan hidup dewasa ini. Hal ini mengingat permasalahan tersebut
tidak lain merupakan krisis kemanusiaan itu sendiri. Karena itu, intensifikasi
pemahaman dan kesadaran holisme-integralistik yang dilandasi, digerakkan, serta
diarahkan oleh nilai-nilai spiritual, terkait hubungan antara manusia dengan
lingkungan hidup merupakan entry point dalam permasalahan di atas.
Pada titik inilah peran agama dan para pemeluknya
menemukan relevansinya. Dalam skenario ideal, hal tersebut diharapkan dapat
meningkatkan kualitas religiositas umat beragama, serta menjadikannya sebagai
masyarakat terdepan dalam berbagai kegiatan konservasi lingkungan hidup.[*]
Baca juga link
Tidak ada komentar:
Posting Komentar