Laman

Rabu, 21 Oktober 2020

(FRAGMEN): 9 Sebuah Novel

EDISI HARI SANTRI NASIONAL: Konon "Sik Gak Ngaji Yo Ngopi"


Pada suatu kesempatan, Kang Badri pernah membahas tentang santri. Saat itu bertepatan dengan persiapan menyambut peringatan Hari Santri Nasional.

“Yah, bagaimana bisa menjadi santri jika pemahaman terkait nilai-nilai ke-santri-an tidak dimiliki?! Apa yang mau diamalkan?!” katanya membuka pembahasan.

Lantas, siapakah yang dimaksud dengan santri itu?! Apakah yang memakai sarung dan kopyah serta ikut dalam upacara tanggal 22 Oktober, sudah pasti adalah seorang santri? Tentu saja, tidak bisa seperti itu. Karena menjadi santri merupakan proses tidak mudah. Sama halnya dengan proses menjadi manusia. Bedanya, jika manusia bersifat universal, santri bersifat patikular, yakni keberadaan identitas kultural dalam kemanusiaan.

Menurut Kang Badri, istilah santri ditengarai berasal dari kata “shastri”, yang berarti ahli kitab agama (Hindu) dan “cantrik” yang memiliki arti seseorang yang setia mengikuti gurunya. Dari sini, dapat dikatakan bahwa istilah santri mengarah pada identitas kultural yang khas, yakni identitas berkesadaran yang dibangun dari-dengan akhlakul karimah, dimana dalam prosesnya tidak bisa dipisahkan dari perpaduan antara kitab—teks ajaran agama— dan peran kyai atau ulama, baik sebagai pembimbing maupun teladan.

Pertautan kata santri dengan lembaga pesantren mengidentifikasi keberadaannya sebagai kalangan yang terlibat dalam sosialisasi ajaran-ajaran Islam yang khas, yaitu sub-kultur pesantren. Begitu pula peran dan keberadaannya dalam kehidupan masyarakat, yang tidak bisa dipisahkan dari jaringan keilmuan, laku, dan spiritual para kyai atau ulama sebagai pusat sub-kultur tersebut.

Di kalangan para santri, terutama daerah Jawa Timur, istilah ngaji dan ngopi, cukup terkenal merepresentasikan keberadaannya. Begitu pula adagium santri; kalau gak ngaji ya ngopi. Lebih jauh menurut Kang Badri, ngaji bukan sekedar mencari ilmu, tapi lebih menunjuk pada proses mengamalkan ilmu dan membuahkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sementara ngopi, adalah laku kultural untuk menjalin silaturrahmi serta proses solutif terkait permasalahan dan tantangan zaman, terutama dalam ngopeni—merawat dan membina—masyarakat secara bijak.

*** 

(Dikutip dari novel 9)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar