Laman

Rabu, 21 Oktober 2020

(FRAGMEN): 9 Sebuah Novel

EDISI HARI SANTRI NASIONAL: Gojlog'an dan Pribadi yang Tangguh


Satu hal yang diingat Ib tentangnya, yaitu Musa adalah santri yang “fanatik” dengan sarung dan kopyah. Tidak hanya dalam keseharian di pesantren, jalan-jalan mengunjungi keramaian kota pun dia memakai sarung dan berkopyah. Ke pasar, mall, dan sebagainya. Begitu juga ketika pergi ke bioskop untuk nonton film bollywood secara diam-diam. Dan jika bukan karena peraturan dan kepentingan untuk mengikuti pelajaran di madrasah aliyah, mungkin dia tak akan memakai celana. Karena itu, Musa pun tak luput mendapat komentar dan gojlokan dari teman-teman. 

“Nonton bioskop kok pakaiannya sama dengan untuk mengaji?!”

“Nonton dangdut juga…”

“Mbokya, kalau berpakaian itu disesuaikan dengan tempatnya.”

“Nggak umum…”

“Langka…”

“Perlu dilindungi dan dilestarikan.”

“Ya, nggak seperti itu,” kilah Musa dengan renyah tawa. “Hanya saja, ketika memakai celana, aku merasa seperti terkekang. Kurang bebas. Tidak seperti ketika memakai sarung. Lossss…”

“Apa yang los, Mus?!”

“Cangkul.”

“Ya, itu. Rasanya yang los.”

Demikianlah. Keakraban tampak dalam canda dan goda.

Kemudian jika tak memakai kopyah, dia merasa seperti ada yang kurang. Kurang nyaman dan kurang pe-de.

“Yah, bagaimana lagi. Aku sudah terbiasa memakai kopyah sejak kecil. Maklumlah, pedagang kopyah. Mungkin juga, sudah berkopyah sejak masih dalam kandungan,” katanya disambut tawa renyah teman-temannya.

Seketika beberapa temannya menguyel-uyel kopyah di kepalanya. Menjadikannya jatuh di lantai. Namun dengan santai dia mengambil dan memakainya kembali.

“Iya, toh?! Masak pedagang kopyah kok tidak pakai kopyah?! Jadinya, ya kurang menjiwai. Yah,…seperti kalian ini. Santri separuh, separuh santri!” katanya tertawa dengan jari berkeliling menunjuk hidung teman-temannya.

***

 

(Dikutip dari novel 9)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar