Puisi Herry Lamongan
Kembali Ke Taman
Sekian lama berhenti saja
Pentas-pentasmu dalam angan
Engkau berlalu sendiri-sendiri terpisahkan jarak
Engkau biar berduka sebuah rabu diam tergantung
Sebuah sore yang terlanjur mapan
Berantakan pudar, lusuh dan berkarat
Kembali ke taman
Tersisa murung dinding usia lapuk pelahan
Engkau semakin lelap dalam gigil
Perjalanan harus dimulai dari awal
Dari serpih kenangan yang pernah engkau nyanyikan
Di masa lalu
Terjaga di pintu terbuka
Lupakan yang pergi
Catat yang mekar dengan kilau doa
Dengan kibar semangat
Puisi Herry Lamongan
Perantaan Saat Senja
Memasuki gelombang bukit-bukitmu
Matahari bergulir redup
Lingsir menyuci dedaun jati di Prataan
di sungai rindumu yang berangkat siang
tadi
Senyummu berkebaran lepas dari jerat tahun
Jerat jam kerja yang rutin berulang-ulang,
Hari senja pada Desember yang senja
Tenda-tenda ditegakkan
Hirup pikuk diungsikan
Kita sewa sepi di jantung Tuban paling dalam
Puisi Herry Lamongan
Kwartin
Desember
Sepasang kekasih lungguh
berhimpitan atas motor
Mematikan mesin, tanpa gupuh
berkasih-kasihan
memeluk Desember di tepi zaman. Berdekapan
mesra melagukan alamat palsu ala kadarnya...
Puisi Herry Lamongan
Gambarmu Memanggil-manggil
Ke mana pun aku berpaling
Wajahmu hadir berlembar-lembar sepanjang jalan
Aku menempuhmu dari desa sampai kota sebelum
seruanmu diam ditanggalkan pekan hening
Ke mana pun kaki menempuh
Gambarmu memanggil-manggil, teriakmu melambai-lambai
sebelum panwas atau pol pp atau lawan-lawan politikmu
mencopoti belitanmu di pohonan di cagak-cagak,
mengusir
namamu dari kain bentang yang menjajah angkasa
Karena engkau bukan merah putih kekasih bangsa sejati
yang wajib ada dalam degup jantung bunda pertiwi
engkau hanya maksud baik dikemudikan hasrat semusim
maka dekat benar dengan benturan dengan janji-janji
kelam
sementara berhenti berduka
Aku mendengar sapaanmu serak dalam gambar
Aku membaca tubuhmu dalam sajak
Terbata-bata lungkrah
Puisi Herry Lamongan
Orasi Musim Kampanye
Suaramu lantang. Wajah menyala. Buih semulut
membasuh basah luas lapangan
Engkau lebih tampak memaksa. Mengecam
keras tetangga kiri kanan,
memuji tinggi diri pribadi mendesak pemilih suka
padamu
Apa kata yang menarik dari hingar musim kampanye
Kata-kata orasi
Jejak-jejak janji
Jalan perkawanan yang kelak dihapus dari peta
untuk dilupakan
Ruang-ruang berduka atau
gembira setelah perhitungan
Tapi langit berkabung
Bahkan tak sedikit memilih suwung
Memilih tidur
Atau pergi memancing pada hari pemilu
Ya, siapa yang mau peduli ?
Puisi Herry Lamongan
Dendang
Kecil
: kepada istri
anak-anak tidak balik ke rumah
pada jam-jam pulang sekolah
pada malam-malam usai siang yang tegesa
juga pada saat liburan yang tak seberapa
tiada terkata dalam hitungan
sudah berapa lama mereka pergi dewasa, jauh
berguru atau menikah
mereka lepas masa kecil yang bersahaja
meninggalkan dongengmu sebelum pulas
lalu menulis sejarahnya sendiri
di lembar kusut pakeliran masa depan
seperti kata Gibran, anak-anak
bisa engkau bikinkan rumah tubuhnya
tetapi tidak bagi jiwanya
karena anak-anak pergi dari hangat pelukanmu
membiarkan kita berdua kembali
membasuh umur kian kusam tanpa mereka
ya, selusin sajak engkau lahirkan
selusin pula meninggalkan rumah ini
diam termangu digergaji sepi
Ujung Satu Benturan
Herry
Lamongan
kursi-kursi melayang di angkasa pengap
berkelepak beku sediam batu
lalu hinggap merah pada kepala
siapa dilarikan ke rumah sakit ?
ruangan itu bertanya pada waktu
aku tak kuasa menjawabmu kerna luka benturan
mengiris pedih setiap hati
negeri hanya hirup-pikuk nama-nama
hanya tumpahan janji meringkuh merah
mambasah dada
sungguh kabar bangsaku
cuma debat riuh tanpa makna
entah, mengalir sengit tanpa bismillah
TENTANG: Herry Lamongan
Penulis tinggal di Kostela Distrik Made
Jl. Madedadi VI/36 Lamongan 62251
Tidak ada komentar:
Posting Komentar